Sistem pengapian transistor

Sistem Pengapian Transistor


Pada kesempatan kali ini saya akan sedikit membahas mengenai system pengapian transistor. Sistem pengapian ini lebih maju dibandingkan dengan system pengapian dengan Contack Point ( Platina ) dan semi transistor.




Pengapian Semi Transistor

Untuk diagram system pengapian semi transistor kurang lebih sbb

Sistem pengapian ini hasil modifikasi dari sistem pengapian konvensional. Sistem pengapian semi transistor merupakan sistem pengapian elektronik yang masih menggunakan platina. Namun demikian, fungsi dari platina (breaker point) tidak sama persis seperti pada pengapian konvensional. Aliran arus dari rangkaian primer tidak langsung diputuskan dan dihubungkan oleh platina, tapi perannya diganti oleh transistor sehingga platina cenderung lebih awet  (tidak cepat aus) karena tidak langsung menerima beban arus yang besar dari rangkaian primer tersebut. Dalam hal ini platina hanyalah bertugas sebagai switch (saklar) untuk meng-on-kan dan meng-off-kan transistor. Arus listrik yang mengalir melalui platina diperkecil dan platina diusahakan tidak berhubungan langsung dengan kumparan primer agar tidak arus induksi yang mengalir saat platina membuka. Terjadinya percikan bunga api pada busi yaitu saat transistor off disebabkan oleh arus dari rangkaian primer yang menuju ke massa (ground) terputus, sehingga terjadi induksi pada koil pengapian.

Adapun cara kerjanya kurang lebih sebagai berikut : 
Apabila kunci kontak (ignition switch) posisi “on” dan platina dalam posisi tertutup, maka arus listrik mengalir dari terminal E pada TR1 ke `terminal B. Selanjutnya melalui R1 dan platina, arus mengalir ke massa, sehingga TR1 menjadi ON. Dengan demikian arus dari terminal E TR1 mengalir ke terminal C. Selanjutnya arus mengalir melalui R2 menuju terminal B terus ke terminal E pada TR2 yang diteruskan ke massa. Akibat dari kejadian arus listrik yang mengalir dari B ke E pada TR2 yang diteruskan ke massa tersebut menyebabkan mengalirnya arus listrik dari kunci kontak ke kumparan primer, terminal C, E pada TR2 terus ke massa. Dengan mengalirnya arus pada rangkaian primer tersebut, maka terjadi kemagnetan pada kumparan primer koil pengapian.
Apabila platina terbuka maka TR1 akan Off dan TR2 juga akan Off sehingga timbul induksi pada kumparan - kumparan ignition coil yang menyebabkan timbulnya tegangan tinggi pada kumparan sekunder. Induksi pada kumparan sekunder membuat terjadinya percikan bunga api pada busi untuk pembakaran campuran bahan bakar dan udara.

Pengapian CDI
http://lasmooths.blogspot.com/2010/01/sistem-pengapian-cdi.html

Cara kerja :

Pada saat magnet permanen (dalam flywheel magnet) berputar, maka akan dihasilkan arus listrik AC dalam bentukinduksi listrik dari source coil seperti terlihat pada gambar disamping. Arus ini akan diterima oleh CDI unit dengantegangan sebesar 100 sampai 400 volt. Arus tersebut selanjutnya dirubah menjadi arus setengah gelombang(menjadi arus searah) oleh diode, kemudian disimpan dalam kondensor (kapasitor) dalam CDI unit. Kapasitor tersebut tidak akan melepas arus yang disimpan sebelum SCR (thyristor) bekerja. Pada saat terjadinya pengapian, pulsa generator akan menghasilkan arus sinyal. Arus sinyal ini akan disalurkan kegerbang (gate) SCRDengan adanya trigger (pemicu) dari gate tersebut, kemudian SCR akan aktif (on) dan menyalurkan arus listrik dari anoda (A) ke katoda (K). Dengan berfungsinya SCR tersebut, menyebabkan kapasitormelepaskan arus (discharge) dengan cepat. Kemudian arus mengalir ke kumparan primer (primary coil) koil pengapian untuk menghasilkan tegangan sebesar 100 sampai 400 volt sebagai tegangan induksi sendiri. Akibat induksi diri dari kumparan primer tersebut, kemudian terjadi induksi dalam kumparan sekunder dengan tegangan sebesar 15 KV sampai 20 KV. Tegangan tinggi tersebut
selanjutnya mengalir ke busi dalam bentuk loncatan bunga api 
yang akan membakar campuran bensin dan udara dalam ruang bakar. Terjadinya tegangan tinggi pada koil pengapian adalah saat koil pulsa dilewati oleh magnet, ini berarti waktu pengapian (Ignition Timing) ditentukan oleh penetapan posisi koil pulsa, sehingga sistem pengapian CDI tidak memerlukan penyetelan waktu pengapian seperti pada sistem pengapiankonvensional. Pemajuan saat pengapian terjadi secara otomatis yaitu saat pengapian dimajukan bersama dengan bertambahnya tegangan koil pulsa akibat kecepatan putaran motor. Selain itu SCR pada sistem pengapian CDI bekerja lebih cepat dari contact breaker (platina) dan kapasitor melakukan pengosongan arus (discharge) sangat cepat, sehingga kumparan sekunder koil pengapian teriduksi dengan
cepat dan menghasilkan tegangan yang cukup tinggi untuk 
memercikan bunga api pada busi.
Sistem Pengapian Modern

Pada sistem ini komponen utama tetap menggunakan transistor. Akan tetapi jumlah transistor yang dipakai cukup banyak dan kadang sudah berbentuk IC. Berikut kurang lebih diagramnya
 











Untuk cara kerjanya kurang lebih sebagai berikut :
Pada sistem ini cara kerjanya hampir mirip dengan CPU PC pada umumnya.
Sebagai input ( sensor ) utama adalah : sensor putaran mesin ( Crankshaft Position Sensor / CKP  ) dan Camshaft Position sensor ( CMP ) . Sebagai CPU nya adalah ECM ( Engine Contorl Module ).
Sedangkan output ( aktuator ) adalah Ignition Coil dan Busi.
Ketika kunci kontak posisi ON, ECM menerima inputan bahwa putaran mesin 0 ( nol ) sehingga ECM tidak mengeluarkan arus yang menuju Transistor / Tr ( transistor tetap dalam posisi OFF ).
Ketika kunci kontak di posisi START ,  ECM mendapat inputan dari CKP dan CMP ( CMP menentukan Firing Order dan Ignition Timing ). ECM kemudian menirimkan arus ke Tr sehingga Tr ON. Pada waktu ini Ignition Coil mendapat arus dan terjadi kemagnetan.
Seiring dengan putaran mesin , CMP memberikan masukan ke ECM bahwa waktu pengapian sudah tiba. ECM kemudian memutuskan arus yang ke Tr. Proses ini menyebabkan terjadinya Induksi di Ignition Coil dan diteruskan ke busi. Proses ini terus berlangsung dan berulang - ulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar